Pagi ini aku memiliki janji dengan temanku untuk bertemu pukul tujuh. Aku mendatangi rumahnya kala itu. Ku ketuk pintu kamarnya, lalu ku panggil namanya. Tak kunjung ada sautan. Mungkin ia masih terlelap tidur, pikirku. Ku coba lagi, akhirnya dia menjawab panggilanku. Benar, dia baru beranjak dari mimpinya. Baiklah tak apa, akan ku tunggu.
Setelah siap, temanku yang lain melontarkan kalimat yang mungkin sedikit menyakitkan, "bukankah kita sudah membuat janji untuk bertemu pukul tujuh? Ini sudah pukul delapan". "Tujuh dan delapan kan tak jauh, lagipula kita masih bisa pergi kan" sautnya. Baiklah, aku mulai geram, tapi aku hanya terdiam.
Dahulu seseorang pernah berkata kepadaku "jangan melulu menjadi batu, terus berdebat yang tak akan ada habisnya, lebih baik mengalah, tak apa, harga dirimu takkan terbeli, tenang saja". Sejak saat itu, ku putuskan untuk menjadi kertas, lembut dan tak banyak berdebat lagi. Tapi pagi ini aku lelah dengan terus mengalah. Hingga kita pulang ke rumah, temanku masih terus melontarkan pembelaan dengan dalih kesibukan. Ku coba memberinya saran sedikit saja yang menurutku akan baik untuk semuanya, tapi dia tak menginginkannya. Dia kesal, marah. Aku yang sudah mengalah sejak beberapa bulan ini sudah tak lagi bisa menahan. Jika temanku tak lekas disadarkan, ia akan menyakiti banyak kawan.
Malam ini aku mencoba memberinya masukan, dia terus melakukan pembelaan. Aku hanya berkata satu kalimat, dia balas satu paragraf. Meskipun saat ini aku adalah kertas, jiwaku tetaplah batu. Ketika dua batu saling beradu, takkan ada yang menang, takkan ada yang kalah. Baiklah, aku mecoba menyakiti jiwaku dengan berubah menjadi kertas sama seperti tubuhku. Tapi berubah dengan kepura-puraan terlalu menyesakkan.
Aku bertanya pada Tuhan, apa yang harus ku lakukan? Diamku takkan bisa melunakkan batu. Akupun juga terlahir sebagai batu, tapi aku mau menyakiti diriku demi batu lain agar kami tak saling beradu. Tampaknya usahaku sia-sia. Selama ini aku telah berubah menjadi kertas yang takkan menyakiti siapapun, tapi sejak hari ini sepertinya aku ingin kembali kepada kodratku. Batu tetaplah batu. Lunak atau keras, tetap saja batu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar